Lagi Lagi PassiON
Tergabung di Grup WhatsApp “Clinic Kualitas Kerja” membuat saya mendapat
banyak manfaat ilmu terkait dengan pekerjaan, salah satunya ada artikel menarik
tentang passion, dimana passion menjadi salah satu topik bahasan yang menarik
ketika sudah memasuki dunia pekerjaan, dan memang sebelumnya saya juga pernah
membuat tulisan tentang passion disini
Berbicara tentang dunia “Bekerja” tidak lepas dari ayat Allah yang menerangkan
betapa Bekerja adalah sarana kita bersyukur pada Allah,
“Bekerjalah
wahai keluarga Daud untuk bersyukur kepada Allah. Dan sedikit sekali dari
hamba-hamba-Ku yang bersyukur”. ( QS:Saba’:13)
Inilah artikelnya :
Wahai
Millennial ! Jangan (Hanya) Mengikuti “Passion”
Artikel ini sebelumnya pernah dimuat di RumahMilennials.com
Dalam beberapa tahun terakhir, kata “passion” atau biasa dikenal dengan kata renjana yang memiliki pengertian keinginan besar , rasa hati yang kuat,
sepertinya makin populer saja. Betapa
tidak, kata ini kerap dijadikan salah satu parameter untuk menilai karir hingga
kesuksesan. Lantas, apa hubungannya?
Banyak orang mengatakan bahwa orang yang bekerja sesuai passion akan jauh lebih produktif. Passion dianggap menjadi driver yang memungkinkan individu bekerja tidak “hitung-hitungan”. Sehingga bekerja laksana bermain. Lantaran dinilai sesuai dengan hobi, kesukaan, atau minat.
Orang yang memiliki renjana dinilai lebih sukses berkarya dibandingkan orang yang bekerja semata-mata berorientasi Rupiah. Contoh yang sederhana ialah penyanyi, artis, desainer, pelukis, hingga penulis.
Makin dikenalnya kata passion nampaknya sejalan dengan fenomena Gen Y. Suatu generasi dinamis yang dianggap kurang setia bekerja di satu tempat. Suatu generasi yang suka berpindah-pindah profesi atau kantor karena dinilai cepat bosan. Suatu generasi cinta gadgetyang bisa multitasking. Suatu generasi yang bekerja tidak semata-mata karena uang. Tapi lebih menyeimbangkan antara pemanfaatan keterampilan, passion, keseimbangan bekerja, dan aktualisasi diri.
Masalah paling mendasar tentu tidak (atau belum) semua orang tahu apa passionnya. Kalaupun sudah tahu, tidak sedikit yang bisa mencari penghidupan darinya. Sehingga, bekerja tidak harus sesuai dengan passion agar dapur tetap mengebul. Apalagi, passion cenderung self-oriented. Dalam artian, korelasinya paling bisa dirasakan pertama kali oleh si fulan. Dari aspek kepuasan bathin atau kebahagiaan misalnya.
Jadi, bagi teman-teman yang sekarang tengah gundah mencari passion, tenang saja. Anda tidaklah sendirian. Toh, apa tujuan kita bekerja? Bukankah sebagai bentuk pengabdian kepada Sang Hyang? Bukankah agar aktualisasi diri bermanfaat untuk sesama? Bukankah untuk menciptakan nilai tambah? Bukankah untuk melayani orang lain? Bukankah untuk memberi?
Passion memang salah satu “modal” awal untuk mereguk kesuksesan. Tapi untuk mencapai titik sukses, mengandalkan passion saja tidaklah cukup.
Memang dengan mudah kita jumpai orang-orang yang sukses karena mengikuti passion. Tapi jika boleh jujur, ada lebih banyak lagi orang yang sukses karena tidak (hanya) mengikuti passion.
Buktinya? Sebutkan saja satu persatu. Banyak penemu, pebisnis, aktivis sosial, hingga politisi kelas dunia yang sukses karena tidak semata-mata mengikuti passion. Mereka sukses karena membantu memecahkan masalah orang lain. Misalnya saja Steve Jobs dan Bill Gates sukses karena memudahkan manusia untuk berkarya dengan komputer. Gandhi dan Bunda Teresa sukses karena welas asihnya untuk sesama.
Lantas, apa pesan moralnya? Temukan masalah di sekitar kita yang menurut Anda “penting” untuk diselesaikan. Masalah yang membuat hati Anda gelisah. Masalah yang benar-benar Anda pedulikan. Masalah yang sejalan dengan nilai-nilai hidup Anda.
Lalu, apa kuncinya? Sederhana saja. Jangan egois. Tapi, buat kehadiran Anda bermanfaat orang lain. Buat keberadaan Anda membantu orang lain. Buat eksistensi Anda menciptakan nilai tambah. Buat diri Anda dibutuhkan orang banyak. Buat diri Anda pemecah masalah.
Benang merahnya apa? Jika sekarang teman-teman pusing karena belum menemukan passion, tenang saja. Alih-alih galau yang membuat Anda tidak produktif, lebih baik terus memikirkan bagaimana caranya agar keberadaan kita bermanfaat kepada sesama. Karena sebaik-baik anak manusia ialah yang paling bermanfaat untuk orang lain.
Sekali lagi, jangan (hanya) mengikuti passion. Sebagaimana petuah Travis Bradberryl yang menegaskan bahwa, “Grit is that ‘extra something’ that separates the most successful people from the rest. It’s the passion, perseverance, and stamina that we must channel in order to stick with our dreams until they become a reality.”
Banyak orang mengatakan bahwa orang yang bekerja sesuai passion akan jauh lebih produktif. Passion dianggap menjadi driver yang memungkinkan individu bekerja tidak “hitung-hitungan”. Sehingga bekerja laksana bermain. Lantaran dinilai sesuai dengan hobi, kesukaan, atau minat.
Orang yang memiliki renjana dinilai lebih sukses berkarya dibandingkan orang yang bekerja semata-mata berorientasi Rupiah. Contoh yang sederhana ialah penyanyi, artis, desainer, pelukis, hingga penulis.
Makin dikenalnya kata passion nampaknya sejalan dengan fenomena Gen Y. Suatu generasi dinamis yang dianggap kurang setia bekerja di satu tempat. Suatu generasi yang suka berpindah-pindah profesi atau kantor karena dinilai cepat bosan. Suatu generasi cinta gadgetyang bisa multitasking. Suatu generasi yang bekerja tidak semata-mata karena uang. Tapi lebih menyeimbangkan antara pemanfaatan keterampilan, passion, keseimbangan bekerja, dan aktualisasi diri.
Masalah paling mendasar tentu tidak (atau belum) semua orang tahu apa passionnya. Kalaupun sudah tahu, tidak sedikit yang bisa mencari penghidupan darinya. Sehingga, bekerja tidak harus sesuai dengan passion agar dapur tetap mengebul. Apalagi, passion cenderung self-oriented. Dalam artian, korelasinya paling bisa dirasakan pertama kali oleh si fulan. Dari aspek kepuasan bathin atau kebahagiaan misalnya.
Jadi, bagi teman-teman yang sekarang tengah gundah mencari passion, tenang saja. Anda tidaklah sendirian. Toh, apa tujuan kita bekerja? Bukankah sebagai bentuk pengabdian kepada Sang Hyang? Bukankah agar aktualisasi diri bermanfaat untuk sesama? Bukankah untuk menciptakan nilai tambah? Bukankah untuk melayani orang lain? Bukankah untuk memberi?
Passion memang salah satu “modal” awal untuk mereguk kesuksesan. Tapi untuk mencapai titik sukses, mengandalkan passion saja tidaklah cukup.
Memang dengan mudah kita jumpai orang-orang yang sukses karena mengikuti passion. Tapi jika boleh jujur, ada lebih banyak lagi orang yang sukses karena tidak (hanya) mengikuti passion.
Buktinya? Sebutkan saja satu persatu. Banyak penemu, pebisnis, aktivis sosial, hingga politisi kelas dunia yang sukses karena tidak semata-mata mengikuti passion. Mereka sukses karena membantu memecahkan masalah orang lain. Misalnya saja Steve Jobs dan Bill Gates sukses karena memudahkan manusia untuk berkarya dengan komputer. Gandhi dan Bunda Teresa sukses karena welas asihnya untuk sesama.
Lantas, apa pesan moralnya? Temukan masalah di sekitar kita yang menurut Anda “penting” untuk diselesaikan. Masalah yang membuat hati Anda gelisah. Masalah yang benar-benar Anda pedulikan. Masalah yang sejalan dengan nilai-nilai hidup Anda.
Lalu, apa kuncinya? Sederhana saja. Jangan egois. Tapi, buat kehadiran Anda bermanfaat orang lain. Buat keberadaan Anda membantu orang lain. Buat eksistensi Anda menciptakan nilai tambah. Buat diri Anda dibutuhkan orang banyak. Buat diri Anda pemecah masalah.
Benang merahnya apa? Jika sekarang teman-teman pusing karena belum menemukan passion, tenang saja. Alih-alih galau yang membuat Anda tidak produktif, lebih baik terus memikirkan bagaimana caranya agar keberadaan kita bermanfaat kepada sesama. Karena sebaik-baik anak manusia ialah yang paling bermanfaat untuk orang lain.
Sekali lagi, jangan (hanya) mengikuti passion. Sebagaimana petuah Travis Bradberryl yang menegaskan bahwa, “Grit is that ‘extra something’ that separates the most successful people from the rest. It’s the passion, perseverance, and stamina that we must channel in order to stick with our dreams until they become a reality.”
............................
Sebagai sarana
perenungan diri dalam bekerja, berikut ada Hadist Qudsi tentang bekerja,
Diriwayatkan
dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu, dari Nabi Shalallaahu alaihi wasalam
bersabda, “Allah Subhannahu wa Ta”ala berfirman, artinya,
“Wahai Anak
Adam Bersungguh-sungguhlah engkau beribadah kepada Ku, maka Aku akan memenuhi
dadamu dengan kecukupan dan Aku menanggung kefakiranmu. Jika engkau tidak
melakukan itu maka Aku akan memenuhi dadamu dengan kesibukan dan Aku tidak
menanggung kefakiranmu.”
Jika kita terus bekerja, namun masih saja hampa terasa dalam hidup ini,
masih saja ada yang kurang yang terus menerus membuat kita mengejarnya bisa
jadi kita bermasalah di Ibadah, perbaiki Ibadah kita seperti Berbakti pada
Orang tua, Sholat di awal waktu berjamaah di masjid, puasa, sedekah dan silaturahim. Insyaallah pekerjaan kita pun
akan dipermudah oleh Allah, meskipun tidak sesuai dengan passion tidak sesuai
dengan minat kita namun dengan berniat ibadah segala apa yang kita kerjakan
maka semua akan bernilai di mata Allah dan akan menjadi salah satu alasan Allah
memberikan RidhoNYA pada kita untuk masuk Syurganya yang Indah.
Komentar
Posting Komentar